NESIANEWS.COM – Maraknya aksi premanisme yang dilakukan oleh para penagih hutang (Debt Collector/DC) di Lombok dalam menarik kendaraan warga mendapat kecaman keras dari Forum Rakyat (FR) NTB. Aksi ini dinilai melanggar hukum dan menimbulkan ketakutan di masyarakat.
Banyak korban melaporkan bahwa kendaraan mereka ditarik secara paksa oleh para DC, yang kerap menggunakan cara-cara intimidasi dan pemerasan.
“Ini tidak boleh terjadi. Menarik kendaraan dengan cara paksa tidak sesuai dengan hukum. Kita hidup di negara hukum,” tegas Hendra, Ketua Forum Rakyat NTB, (11/3/25).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kejadian terbaru terjadi di Polsek Sandubaya, Mataram, pada 11 Maret 2025. Saat wartawan meliput maraknya aksi debt collector bergaya preman, terlihat sebuah mobil pick-up yang dibawa ke Polsek oleh seorang debt collector berinisial M, yang ternyata merupakan mantan narapidana. Tak lama setelahnya, sopir dan pemilik kendaraan didatangi oleh perwakilan dari salah satu perusahaan Finance.
Hendra menduga adanya kolusi antara perusahaan finance, dengan debt collector yang menggunakan cara-cara preman untuk menarik kendaraan.
“Salah satu perusahaan finance ini menyewa jasa debt collector yang bertindak di luar hukum. Ini tidak boleh dibiarkan. Aparat harus segera bertindak karena ini jelas melanggar hukum,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hendra meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB untuk mengevaluasi praktik perusahaan finance yang terlibat dan perusahaan finance lainnya.
“Kami khawatir ini akan memicu konflik baru jika tidak segera ditangani,” tambahnya.
Pemilik kendaraan pick-up, Farhan, menceritakan bahwa mobilnya disita oleh oknum debt collector di Jalan Lingkar Mataram saat dikemudikan oleh sopirnya.
“Mobil ini sedang digunakan untuk kontrak payung dengan PLN di Jeranjang. Saat sopir hendak mengisi BBM, tiba-tiba ditarik oleh debt collector,” ujar Farhan.
Sopir kendaraan tersebut mengaku dihentikan di tengah jalan dan diminta untuk pergi ke kantor perusahaan finance tersebut.
“Saya disuruh ke kantor dengan alasan akan diberikan surat dan mobil bisa dibawa pulang. Namun, setelah sampai di sana, mobil justru disita,” ujarnya.
Farhan kemudian mendatangi gudang tempat kendaraannya disimpan dan membawa mobil tersebut ke Polsek Sandubaya untuk diamankan.
Farhan mengaku tidak mengetahui bahwa kendaraannya dijadikan jaminan di finance. Menurutnya, BPKB mobil tersebut digadaikan oleh pihak keluarga.
Hendra menegaskan bahwa aksi debt collector bergaya preman ini harus segera dihentikan.
“Kami meminta Kapolda NTB untuk menindak tegas para pelaku dan memastikan bahwa praktik semacam ini tidak terulang lagi,” tegasnya.
Selain itu, FR juga mendesak OJK NTB untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik penarikan kendaraan oleh perusahaan finance.
“Ini bukan hanya tentang perusahaan finance yang terlibat, tetapi semua perusahaan finance yang mungkin terlibat dalam praktik serupa. Hukum harus ditegakkan,” pungkas Hendra. (AD)