NESIANEWS.COM – Direktur Imparsial Gufron Mabruri menyoroti khusus reformasi TNI setelah Tahun 1998. Menurut Gufron, reformasi TNI justru cenderung mengalami kemunduran sejak Reformasi 1998 termasuk dengan kehadiran RUU TNI.
“Reformasi TNI justru mengalami kemunduran belakangan ini. Ditambah lagi adanya wacana dan draft rancangan revisi UU TNI,” ujar Gufron dalam diskusi bertajuk ‘Refleksi 25 tahun Reformasi: RUU TNI Mengancam Demokrasi dan Melanggar Konstitusi’ di Café Sadjoe, Tebet, Jakarta, Minggu 21 Mei 2023.
Menurut Gufron, jika melihat draft RUU TNI maka menegaskan kemunduran reformasi TNI dan gagal mempertahankan capaian reformasi TNI secara konsisten. Salah satu poinnya, adalah RUU TNI ingin menghapus kewenangan Presiden untuk mengerahkan kekuatan TNI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini berbahaya karena berpotensi TNI bisa jalan sendiri tanpa kendali sipil yang memadai,” tandas Gufron.
Selain itu, kata Gufron, dalam draf RUU TNI, pengolahan anggaran TNI oleh Kementrian Pertahanan akan dihapus. Menurut dia, hal tersebut berbahaya karena TNI akan disibukkan dengan hal administratif dan teknis. Sementara Kementrian Pertahanan memang ditugaskan untuk membantu administrasi pertahanan bagi TNI.
“Selain itu juga terdapat isu terkait reformasi peradilan militer dalam draft revisi UU TNI yang akan dihapus, militer akan sepenuhnya diadili melalui peradilan militer baik karena melakukan pelanggaran tindak pidana umum,” ungkap dia.
“Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang membubarkan ABRI dan pemisahan TNI-Polri. Jika beberapa hal ini diadopsi melalui revisi UU TNI maka tentu akan mengancam demokrasi Indonesia di masa yang akan datang,” tutur Gufron menambahkan.
Gufron juga menyebutkan 2 catatan umum terkait problematika dalam proses reformasi TNI setelah tahun 1998. Pertama, masih mangkraknya agenda reformasi militer di tahun 1998 misalnya masih adanya kekerasan yang dilakukan oleh TNI hingga peran TNI dalam politik.
“Kedua, kegagalan untuk mencapai respons positif dari tuntutan TNI 1998,” ujar dia.
Selain itu, kata Gufron, dalam draf RUU TNI, pengolahan anggaran TNI oleh Kementrian Pertahanan akan dihapus.
Menurut dia, hal tersebut berbahaya karena TNI akan disibukkan dengan hal administratif dan teknis. Sementara Kementrian Pertahanan memang ditugaskan untuk membantu administrasi pertahanan bagi TNI.
“Selain itu juga terdapat isu terkait reformasi peradilan militer dalam draft revisi UU TNI yang akan dihapus, militer akan sepenuhnya diadili melalui peradilan militer baik karena melakukan pelanggaran tindak pidana umum,” ungkap dia.
“Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang membubarkan ABRI dan pemisahan TNI-Polri. Jika beberapa hal ini diadopsi melalui revisi UU TNI maka tentu akan mengancam demokrasi Indonesia di masa yang akan datang,” tutur Gufron menambahkan.
Gufron juga menyebutkan 2 catatan umum terkait problematika dalam proses reformasi TNI setelah tahun 1998. Pertama, masih mangkraknya agenda reformasi militer di tahun 1998 misalnya masih adanya kekerasan yang dilakukan oleh TNI hingga peran TNI dalam politik.
“Kedua, kegagalan untuk mencapai respons positif dari tuntutan TNI 1998,” ujar dia.
Pada kesempatan itu, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan peringatan 25 Tahun Reformasi saat ini masih diwarnai dengan banyaknya kemunduran demokratis berupa penyempitan partisipasi publik. Menurut Al Araf, kemunduran ini didukung juga dengan wacana revisi UU TNI.
“Rezim Soeharto kuat karena ditopang oleh politik militer. 32 tahun politik Orde baru berkuasa Indonesia berada dalam kegelapan, tidak ada kebebasan yang ada hanya kekerasan. Narasi Orde Baru bukan kebebasan tapi narasi kekerasan,” beber Al Araf.
Menurut Al Araf, jika fungsi militer ditambah melalui revisi UU TNI ini untuk menjaga keamanan maka sama saja mengembalikan fungsinya seperti zaman Orde Baru.
“Presiden dan DPR harus menyatakan sikap, stop revisi UU TNI. Lebih baik Presiden dan DPR fokus untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit seperti memperbaiki persoalan terkait perumahan prajurit TNI,” pungkas Al Araf.
Repoter supriyadi