NESIANEWS. COM – Tingkatkan keragaman dan kualitas konten siaran, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB, Minggu 10 September 2023, gelar Focus Group Disscusion (FGD) di Rumah Makan Taliwang Nada Cakra Mataram.
Kegiatan yang di support oleh KPI Pusat tersebut, di hadiri oleh Amin Shabana Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat, Prof. Dr. Drs. H. Henri Subiakto, SH.,MA Dewan Pakar MPI Muhammadiyah, Ajeng Roslinda Motimori, S.Pt., M.Si Ketua KPID Provinsi NTB, Prof. Dr. H. Kadri, M.Si Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN Mataram dan Sahril Alim Konsultan TV 9.
Dalam sambutannya, Amin Shabana mengatakan, berbicara tentang keragaman konten yang akan kita masukkan ke dalam revisi undang-undang penyiaran, maka indikasinya kita harus mengacu kepada undang-undang 32 Tahun 2022 yang sampai saat ini masih kita gunakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Materi yang ada di undang-undang 32 perlu adanya penyesuaian karena perkembangan zaman yang sudah menuntut kita yang tidak hanya menggunakan televisi dan radio sebagai sumber informasi. Saat ini saya meyakini bahwa semua yang hadir di sini menjadikan gadget itu sebagai sumber informasi primer,” ujarnya.
Kurangnya minat masyarakat mendengarkan Radio dan menonton Televisi merupakan fakta yang harus disikapi terutama terkait terkait di dalam revisi undang-undang penyiaran.
“Terkait dengan keragaman konten apabila kita melihat pada undang-undang 32, pengembangan jasa penyiaran yang menjadi otoritas dari KPI hanya terdiri dari 4, lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran berlangganan dan lembaga penyiaran komunitas,” katanya.
Banyak harapan dari publik agar KPI memiliki otoritas untuk mengawasi Over The Top (OTT) atau media selain Tv dan Radio.
Sementara itu, Kadri menyampaikan di Undang-undang penyiaran yang akan direvisi dan disahkan itu harus memberi tupoksi yang jelas kepada KPI termasuk KPID.
“Semangat untuk menyusun undang-undang ini ada dua hal yang harus dipertimbangkan. pertama, reaktif terhadap sebuah fenomena, yang kedua prediktif terhadap fenomena yang akan muncul,” tuturnya.
Lanjut Kadri, melihat fenomena media sosial sekarang yang sudah merusak sendi-sendi demokrasi di negara ini, merusak nilai persatuan, ancaman keragaman. Maka undang-undang penyiaran itu harus hadir untuk bisa mengantisipasi jangan sampai fenomena new media merusak tatanan-tatanan penyiaran.
“Revisi undang-undang ini harus bisa mendorong penguatan KPI sebagai lembaga pengawas dan penyidik literasi dalam bermedia ini memberi kewenangan yang lebih,” tegasnya.