NESIANEWS.COM – Ratusan Warga pemilik lapak di kawasan wisata Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menyatakan penolakan keras terhadap rencana penggusuran yang akan dilakukan oleh Injourney Tourism Development Corporation (ITDC).
Mereka menilai kebijakan tersebut mengancam mata pencaharian ribuan warga lokal yang telah bergantung pada sektor wisata pantai selama bertahun-tahun.
Kartini, pemilik Lapak Aloha yang mewakili suara para pelaku usaha lokal, menyampaikan keberatannya atas rencana tersebut. Ia mempertanyakan rekam jejak ITDC dalam mengembangkan pariwisata di wilayah Mandalika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Terkait penggusuran yang akan dilakukan oleh ITDC, kita perlu evaluasi dulu apa yang sudah dilakukan ITDC di Lombok ini. ITDC sudah melakukan penggusuran pertama kali di Kuta Mandalika, dan sudah melakukan pembangunan di sana. Apa yang terjadi? Perekonomian masyarakat lokal itu lumpuh total,” ujar Kartini kepada media, Jumat (20/6/2025).
Menurutnya, proyek pengembangan di Kuta Mandalika justru menjadi contoh kegagalan karena tidak mampu menarik wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Ia menilai konsep yang diterapkan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
“Turis mancanegara maupun lokal tidak minat karena konsepnya itu salah. Gagal total, itu adalah wanprestasi daripada BUMN kita yang dalam hal ini adalah ITDC. Mereka hanya membawakan investor, tapi mereka tidak ada fit and proper test untuk para investor. Mampu tidak untuk menggait para turis dan menciptakan lapangan pekerjaan serta tetap membuat pariwisata itu eco friendly” tegasnya.
Penolakan terhadap kehadiran ITDC di Pantai Tanjung Aan disuarakan secara terang-terangan. Kartini menyebut bahwa warga lokal sudah berhasil mandiri tanpa bantuan pemerintah atau BUMN.
“Kami katakan tidak untuk BUMN. Kalian tidak mampu mengelola pantai kami ini dengan baik, karena kalian sudah gagal di Kuta Mandalika,” lanjutnya.
Ia menekankan bahwa ribuan warga telah menggantungkan hidup dari sektor pariwisata di kawasan pantai tersebut. Lapak-lapak yang mereka dirikan selama ini telah menyerap tenaga kerja lokal dan memberikan penghasilan yang layak.
“Kami lokal di sini menggantungkan hidup di pantai ini. Kami mampu memperkerjakan lokal. Ribuan orang bekerja di sini, ribuan orang mendapatkan manfaat dari kegiatan kami di tempat ini,” ungkap Kartini.
“Dulu, di pantai ini hanyalah semak belukar, hanya tempat orang merampok, mencuri, dan tidak aman. Dan sekarang, para warga, pemilik lapak, sudah bangkit dan bisa mandiri serta memperkerjakan ribuan orang dengan upah di atas UMR,” tambahnya.
Ia bahkan menyatakan bahwa pelaku usaha lokal telah mencapai kesejahteraan tanpa intervensi BUMN ataupun kehadiran hotel-hotel mewah.
“Syukur, kami lokal di sini sudah jauh di atas UMR yang ditetapkan pemerintah. Kami sudah sejahtera. Kami tidak butuh BUMN untuk ada di tempat ini, kami tidak butuh bintang lima di tempat ini,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut, Kartini mengungkapkan bahwa para pemilik lapak hanya menerima surat pengosongan lahan dalam waktu 14 hari terhitung sejak surat pemberitahuan land clearing dikeluarkan pada 15 Juni 2025. Tidak ada upaya komunikasi dan negosiasi dari pihak ITDC.
Sementara itu, dalam keterangan tertulisnya, PGS. General Manager The Mandalika, Wahyu Moerhadi Nugroho, menyatakan bahwa tanah-tanah di KEK Mandalika seluas kurang lebih 1.350 ha merupakan aset kekayaan negara yang dipisahkan dan diserahkan oleh Pemerintah RI kepada ITDC berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2008, termasuk tanah-tanah di area Tanjung Aan.
“Kegiatan yang saat ini dilakukan pada area Tanjung Aan adalah kegiatan pengosongan dan penataan atas tanah-tanah yang secara sah dimiliki oleh ITDC berdasarkan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 49, 64, 80, 82, dan 83 yang telah diterbitkan berdasarkan Keputusan Kementerian ATR/BPN Nasional sebagai bagian dari pengembangan kawasan pariwisata di KEK Mandalika. Tidak ada gugatan, klaim, ataupun kepemilikan lain selain kepemilikan berupa HPL ITDC pada area yang dikosongkan dan ditata,” jelasnya.
Pelaksanaan kegiatan pengosongan lahan di area tersebut, lanjut Wahyu, dilaksanakan untuk menyiapkan lahan agar dapat dibangun oleh investor yang telah bekerja sama dengan ITDC.
“Pembangunan akan dilaksanakan sesuai masterplan KEK Mandalika dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan pembangunan dan investasi di Tanjung Aan telah sejalan dengan tujuan awal pengembangan KEK Mandalika yang diharapkan dapat memberikan manfaat sosial maupun ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan dan Lombok Tengah pada khususnya, serta warga NTB pada umumnya,” paparnya.
“Kami menegaskan bahwa kegiatan ini tidak dimaksudkan sebagai tindakan penggusuran paksa, melainkan sebagai bagian dari penataan kawasan agar sesuai dengan peruntukan dan perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan. ITDC juga membuka ruang komunikasi dan masukan dari para pelaku usaha serta masyarakat yang terdampak, guna memastikan transisi yang adil dan terukur.”
ITDC berharap masyarakat dapat memberikan dukungan dan kerja sama yang baik dalam penataan area di Tanjung Aan agar tercipta iklim investasi yang kondusif di KEK Mandalika, Lombok Tengah.
“Sejalan dengan rencana pengembangan kawasan, kehadiran investasi di Tanjung Aan juga akan mendatangkan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat sekitar, seperti peningkatan lapangan kerja, peluang kemitraan UMKM lokal, dan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lombok Tengah,” tutup Wahyu.